Beranda | Artikel
MENYIKAPI KAUM MUNAFIK
Jumat, 1 Januari 2021

Musuh pasti tidak akan tinggal diam. Dia akan terus berusaha mencari cara untuk melemahkan lawannya agar bisa menaklukkannya. Begitu juga sebaliknya, sehingga dua kubu akan terus berusaha dengan berbagai cara agar menang. Masing-masing ingin tampil prima saat berhadapan dengan musuh. Ini jika musuhnya terlihat nyata. Namun, bagaimana jika sang musuh tidak terlihat? Atau bagaimana jika sang musuh berbaur dengan lawannya tanpa ada pembeda secara fisik? Disini diperlukan kewaspadaan tingkat tinggi.

Syaitan adalah musuh yang tidak terlihat dan kaum munafik merupakan musuh yang terlihat mata tapi berbaur dengan lawannya tanpa ada pembeda sedikitpun secara fisik. Allâh subhanallah wa ta’ala memrintahkan para hamba-Nya untuk mewaspadai orang-orang munafik. Allâh subhanallah wa ta’ala berfirman (yang artinya):

Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka: semoga Allâh membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran) (QS. Al-Munâfiqûn/63:4)

Orang-orang munafik ini, saat berada di tengah Muslimin, mereka mengaku islam dan berlaku sebagaimana seorang muslim, tapi saat kembali ke komunitas mereka, jati diri mereka baru terlihat.

Karena mereka ini musuh yang membaur dengan kita, maka tidak mengherankan jika tingkat kewaspadaan kita harus lebih tinggi dibandingkan dengan musuh-musuh yang lain.

Lalu bagaimana kita harus menyikapinya?

Diantara sikap-sikap yang harus kita ambil adalah:

– Berpaling dari mereka, berusaha memberi nasehat dan perkataan yang berbekas dalam hati mereka.

Allâh subhanallah wa ta’ala berfirman, yang artinya,

“Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (QS. An-Nisâ`/4:63)

“Berpalinglah” dalam ayat ini, maksudnya berpaling dengan hati, bukan dengan anggota badan yang lain.
Kita harus menyikapi mereka sebagaimana penampakan lahiriyah mereka juga. Itulah yang dicontohkan oleh Rasûlullâh ﷺ .

– Tidak mentaati mereka dan tidak menghiraukan gangguan mereka dengan tetap waspada dan hati-hati terhadap mereka,

sekalipun mereka bersumpah dengan nama Allâh subhanallah wa ta’ala , karena mewaspadai mereka adalah perintah dari Allâh subhanallah wa ta’ala .

Dan masih ada beberapa sikap lainnya yang harus kita ambil saat berhadapan dengan mereka. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, siapakah mereka? Dan bagaimana ciri-ciri mereka?

Pertanyaan ini tentu tidak bisa dijawab dengan ciri-ciri fisik. Banyak ayat dan hadits yang menjelaskan ciri-ciri orang-orang munafik, namun semua ciri-ciri itu bersifat non fisik, tersembunyi di relung hati, hanya diketahui oleh si pelaku dan Allâh subhanallah wa ta’ala juga orang-orang yang diberitahukan oleh Allâh seperti Rasûlullâh ﷺ . Itulah faktanya.

Fakta ini semakin menuntut kewaspadaan dari setiap Muslim, namun bukan mencurigai. Kewaspadaan itu, bukan hanya terhadap orang-orang yang ada disekitarnya tapi juga kewaspadaan terhadap diri sendiri.
Kita harus mewaspadai diri kita sendiri agar tidak terjangkiti penyakit nifak yang bisa mendatangkan malapetaka besar. Jangan sampai kita mengatakan, “Saya bersih dari sifat-sifat kaum munafik.” Siapa kita?

Sahabat Rasûlullâh ﷺ sekelas Umar bin Khatthab saja masih mengkhawatirkan diri beliau sendiri, sampai-sampai beliau bertanya kepada Hudzaifah, ‘Apakah beliau termasuk orang-orang munafik yang disebutkan Rasûlullâh ﷺ untuk Hudzaifah?’ Adakah kaum Muslimin yang masih meragukan Umar bin al-Khatthab ?! Meski demikian, beliau masih merasa khawatir, lalu bagaimana dengan kita?

Masih tentang Sahabat Rasûlullâh ﷺ . Dari Jubair bin Nufair, salah seorang ulama tabiin, beliau mengatakan, “Aku mendatangi Abu Darda’ yang tengah shalat. Di akhir shalatnya, setelah tasyahhud dan sebelum salam, aku mendengarnya meminta perlindungan kepada Allâh subhanallah wa ta’ala dari sifat nifaq, berkali-kali ia memohonnya. Lalu, aku bertanya, “Wahai Abu Darda’! Ada apa gerangan antara dirimu dengan sifat nifak?” Maksudnya, Jubair bertanya kepada Abu Darda’, “Engkau punya kedudukan tinggi, dan salah seorang Sahabat yang mulia. Maka Abu Darda’ menjawab, “Biarkan aku, tak perlu aku mendengar seperti ucapanmu ini. Demi Allâh! Sungguh, seseorang benar-benar berbalik dari agamanya dalam satu saat, hingga imannya pun tercabut darinya!”

Itulah sikap mereka. Begitu pulalah kita harus bersikap. Mewaspadai kaum munafik juga kita harus mewaspadai diri sendiri agar tidak terjangkit penyakit nifak. Semoga Allâh subhanallah wa ta’ala menjaga dan melindungi kita semua dari kemunafikan dalam aqidah, perkataan dan perbuatan.


Artikel asli: https://majalahassunnah.net/redaksional/menyikapi-kaum-munafik/